MAKALAH
MATA
KULIAH FILSAFAT ILMU
TENTANG
ONTOLOGI
SAINS
Disusun
:
Kelompok IV
Fardhan
Al Abdullah
Fujianto
Dedi
Iis
Widaningsih
Meliawati
Neni
Sri Utari
Semester III A
Ilmu Pemerintahan
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
(STISIP)
BINA PUTERA KOTA BANJAR
Jalan Gerilya Sumanding Wetan Kota Banjar Jawa Barat
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi
tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi
membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai
ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk mendapatkan kebenaran
itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas tersebut dapat diakui
kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola berfikir, dan
pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan sebagai
dasar pembahasan realitas.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan
melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat
tersebut berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau
penelitiannya tersebut. Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang
sifatnya operasional. Jadi terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu
pengetahuan berasal. Karena sifat yang operasional tersebut,
ilmu pengetahuan tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil bagian dalam
pengkajiannya.
Filsafat adalah refleksi
kritis yang radikal. Refleksi
adalah upaya memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki
atau inti. Apabila ilmu pengetahuan mengumpulkan data empiris atau data fisis
melalui observasi atau eksperimen, kemudian dianalisis agar dapat ditemukan
hukum-hukumnya yang bersifat universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat
universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk
mendapatkan unsur-unsur yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang
mendalam.
Kemudian apa perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat.
Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan ilmiah, maka
filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di samping membuka dan
memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya
Psikologi objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak
dibatasi pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis
atau reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu
pengetahuan tujuannya memperoleh data secara rinci untuk menemukan
pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari hakiki, untuk itu perlu
pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya datanya mendetail dan
akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak perlu mendetail dan
akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting data itu dianalisis
secara mendalam.
Dari latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini akan
di bahas mengenai Objek Ontologi Ilmu.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut
1. Apakah
pengertian dari ontologi ?
2. Apakah
pengertian ilmu (sains) ?
3. Bagaimana
prinsip dasar ontologi ?
4. Apa
sajakah yang termasuk dalam ontologi dalam sains ?
5. Bagaimana
aspek-aspek ontologi ilmu pengetahuan ?
6. Bagaimana
objek dan sudut pandang ilmu pengetahuan ?
7. Bagaimana
pandangan ontologi dalam ilmu ?
C. Tujuan
Secara
umum tujuan pembuatan makalah kelompok ini sebagai hasil dari tugas yang telah
diberikan Mata Kuliah Filsafat Ilmu pada tanggal 18 November 2014. Dan secara
khusus untuk mengetahui :
1. Pengertian
ontologi,
2. Pengertian
ilmu (sains),
3. Prinsip
dasar ontologi,
4. Ontologi
dalam sains,
5. Aspek-aspek
ontologi ilmu penetahuan,
6. Objek
dan sudut pandang ilmu pengetahuan,
7. Pandangan
ontologi dalam ilmu.
D. Kegunaan
Penulisan Makalah
Adapun
kegunaan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Dari
perspektif teoritis normatisnya, penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
baru bagi rekan-rekan mahasiswa, khususnya bagi rekan-rekan mahasiswa Jurusan
Ilmu Pemerintahan STISIP Bina Putera tentang Ontologi Sains
2. Dari
segi praktis pragmatisnya, maka kegunaan penelitian ini adalah juga memberikan
informasi baru bagi masyarakat luas pada umumnya bagaimana Ontologi Sains itu.
E. Sistematika
Penulisan
Sistematika
dalam penulisan makalah ini, terdiri dari tiga bab dalam pembahasan. Bab I, penulis akan berbicara
mengenai pendahuluan makalah ini yang didalamnya terdapat penjelasan tentang
mengapa penelitian ini penting untuk ditindaklanjuti yang terangkum dalam sub
judul latar belakang masalah, kemudian menguraikan masalah yang terdapat dalam
peneltian, tujuan dan kegunaan penulisan makalah ini.
Sedangkan pada
Bab II, penulis akan berbicara mengenai konsep ontology sains yang meliputi
definisi, prinsip dasar ontology,ontology dalam sains,objek dan sudut pandang
ilmu pengetahuan,pandangan ontology dalam ilmu
Terakhir, pada
Bab III, Makalah ini ditutup dengan uraian mengenai kesimpulan, saran, dan pada
bagian makalah ini, penulis juga mencantumkan daftar pustaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ontologi Sains
1.
Pengertian
Ontologi
Ontologi
merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di
bidang ontologi. Paling tua di antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal
adalah Thales. Atas perenungannya
terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu (Bakhtiar, 2013: 131).
Dalam
persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan
hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya
dua macam kenyataan. Kenyataan yang berupa materi dan kenyataan yang berupa
rohani (Bakhtiar, 2013: 131).
Pembicaraan
tentang hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada.
Hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, bukan kenyataan sementara atau
keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah (Bakhtiar, 2013: 131).
Tokoh
yang membuat istilah ontologi adalah Christian
Wolff (1679-1714). Istilah ontologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu ‘ta onta’ berarti yang berada dan ‘logos’ yang berarti ilmu pengetahuan
atau ajaran. Dengan demikian ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran
tentang yang berada. Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: on = being,
dan logos = logic. Jadi, ontologi adalah the theory of being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Louis O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan,
ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara
contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa
airlah yang menjadi ultimate subtancey yang mengeluarkan semua benda
(Bakhtiar, 2013: 132).
Dari
beberapa pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa:
§ Menurut
bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos = ada, dan logos
= ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
§ Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani (konkret) maupun
rohani (abstrak).
Dalam
kaitannya dengan ilmu pengetahuan, maka ontologi adalah kajian filosofis
tentang hakikat keberadaan ilmu pengetahuan, apa dan bagaimana sebenarnya ilmu
pengetahuan yang ada itu. Aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia
dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia (Suja : 2012).
2.
Pengertian
Ilmu (Sains)
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alam’
yang artinya adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa
Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris.
Kata science itu sendiri memang bukan bahasa asli Inggris, tetapi
merupakan serapan dari bahasa latin ‘Scio;scire’ yang arti dasarnya pengetahuan.
Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata ‘scientia’
yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa latin Scire yang artinya mengetahui.
Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan
dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya
adalah pengetahuan. Pengetahuan yang di pakai dalam bahasa Indonesia,
kata dasarnya adalah “tahu”. Secara umum pengertian dari kata “tahu” ini
menandakan adanya suatu pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman dan
pemahaman tertentu yang dimiliki oleh seseorang.
Pendapat yang sama diungkapkan M. Quraisy Shihab. Ia berpendapat bahwa
ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘ilm’ yang berarti kejelasan. Karena itu, segala bentuk kata yang terambil dari kata ‘ilm’ seperti kata ‘alm’
(bendera), ‘ulmat’ (bibir sumbing), ‘alam’ (gunung-gunung) dan ‘alamat
mengandung objek pengetahuan. Ilmu dengan demikian dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
Penjelasan diatas juga menyiratkan
bahwa hakikat ilmu bersifat koherensi
sistematik. Artinya, ilmu sedikit berbeda dengan pengetahuan . ilmu tidak
memerlukan kepastian kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan
tersendiri, ilmu justru menandakan adanya satu keseluruhan ide yang mengacu
kepada objek atau alam objek yang sama saling berkaitan secara logis. Setiap ilmu
bersumber didalam kesatuan objeknya. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap
berkenaan dengan penalaran masing-masing orang. Ilmu akan memuat sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sepenuhnya belum dimantapkan. Oleh
karena itu, ilmu membutuhkan metodologi , sebab dan kaitan logis. Ilmu
membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logis. Ilmu menuntut pengamatan dan
kerangka berpikir metodik serta tertata rapi. Alat bantu metodologis yang
penting dalam konteks ilmu adalah terminologi ilmiah.
Jadi, Ontologi
sains merupakan ilmu yang mempelajari tentang hakekat dan struktur sains. Dan
hakikat sains menjawab pertanyaan apa sains itu sebenarnya, dan struktur sains
menjelaskan tentang cabang-cabang sains.
B.
Ontologi Sains
1.
Hakikat
Pengetahuan Sains
Pengetahuan
sains menurut Ahmad Tafsir (2012:22) adalah pengetahuan
yang bersifat Rasional – Empiris. Masalah rasional dan empiris inilah
yang akan dibahas. Pertama, masalah Rasional.
Dalam sains, pernyataan atau hipotesis
yang dibuat haruslah berdasarkan rasio. Misalnya hipotesis yang dibuat adalah “makan telur ayam berpengaruh positif terhadap kesehatan”. Hal ini berdasarkan rasio : untuk sehat diperlukan gizi, telur ayam banyak mengandung nilai gizi, karena itu, logis bila semakin banyak makan telur ayam akan semakin sehat (Tafsir, 2012:22). Hipotesis ini belum diuji kebenarannya.
Kebenarannya barulah dugaan. Tetapi hipotesis itu telah mencukupi syarat dari segi ke-rasionalannya.
Kata “rasional” di sini menunjukkan adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab akibat. Kedua, masalah Empiris.
Hipotesis yang dibuat tadi diuji (kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah. Untuk menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen.
Misalnya pada sampel,
yang diberi makan telur ayam secara teratur selama enam bulan, sebagai kelompok eksperimen.
Demikian juga, mengambil satu kelompok
yang lain, yang tidak boleh makan telur
ayam selama enam bulan,
sebagai kelompok kontrol.
Setelah enam bulan,
kesehatan kedua kelompok diamati.
Hasilnya, kelompok yang teratur makan telur ayam
rata-rata lebih sehat (Tafsir, 2012:23).
Setelah terbukti (sebaiknya eksperimen dilakukan berkali-kali), maka hipotesis yang dibuat tadi berubah menjadi teori.
Teori ”makan telur ayam berpengaruh terhadap kesehatan”
adalah teori yang rasional – empiris. Teori seperti ini disebut sebagai teori ilmiah
(scientific theory). Cara kerja dalam memperoleh teori tadi adalah cara kerja metode ilmiah.
Rumus baku metode ilmiah adalah
: logico–hypothetico–verificatif (buktikan bahwa itu logis–tarik hipotesis – ajukan bukti empiris).
Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan sebab akibat,
atau mencari pengaruh sesuatu terhadap
yang lain. Asumsi dasar sains ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini benar bila sebab akibat itu memiliki hubungan rasional. Ilmu atau sains berisi teori.
Teori itu pada dasarnya menerangkan hubungan sebab akibat. Sains tidak memberikan nilai baik atau buruk,
halal atau haram, sopan atau tidak sopan,
indah atau tidak indah; sains hanya memberikan nilai benar atau salah.
2.
Struktur Sains
Ahmad Tafsir (2012:25),
membagi sains menjadi dua, yaitu sains kealaman dan sains sosial.
Dalam makalah ini, hanya ditulis beberapa ilmu.
1) Sains
Kealaman
§ Astronomi
§ Fisika :
mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir
§ Kimia :
kimia organik, kimia an organik, kimia teknik
§ Ilmu
Bumi : paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
§ Ilmu
Hayat : biofisika, botani, zoologi
2) Sains
Sosial
§ Sosiologi :
sosiologi pendidikan, sosiologi komunikasi
§ Antropologi :
antropologi budaya, antropologi politik, antropologi ekonomi
§ Psikologi :
psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal
§ Ekonomi :
ekonomi makro, ekonomi lingkungan
§ Politik :
politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
C. Prinsip
Dasar Ontologi Sains
Salah
satu cabang metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda
di alam dan hubungan antara satu dan lainya. Ontologi merupakan salah satu
kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut
membahas keberadaan sesuatu yang berasal konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologism ialah Thales, Plato, Aristoteles. Pada
masanya kebanyakan orang belum dapat membedakan antara penampakan dan kenyataan.
Dari pendekatan ontologism munculah
beberapa paham yaitu:
1.
Paham
Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu
hanyalah satu saja, tidak mungkin dua
baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani.
Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua
aliran:
1) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu
Thales (624-546 SM) berpendapat bahwa “unsur asal adalah air, karena pentingnya
bagi kehidupan.”
Anaximander
(585-528 SM) berpendapat bahwa “unsur
asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala
kehidupan.”
Demokritos (460-370 SM) berpendapat bahwa “hakikat alam ini merupakan atom-atom yang
banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang
merupakan asal kejadian alam.”
2)
Idealisme
Aliran ini beranggapan
bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atau sejenis dengannya, atau dibalik realitas fisik
pasti ada sesuatu yang tidak tampak.
Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia
berada dalam ide-ide, yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan
bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik
akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.
Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam
ajaran Plato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada
di dalam mesti ada idenya yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata
yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam ide itu.
Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar wujud sesuatu.
2.
Paham
Dualisme
Paham ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua
macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Dualisme mengakui bahwa realitas terdiri
dari materi atau yang ada secara fisis dan mental atau yang beradanya tidak
kelihatan secara fisis.
Tokoh paham ini adalah Rene Descartes (1596-1650 M) yang
dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan
istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini tercantum
dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de
Prima Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya
yang terkenal dengan Cogito Descartes (metode keraguan
Descartes/Cartesian Doubt). Disamping Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza
(1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von Leibniz (1646-1716 M).
3.
Paham
Pluralisme
Paham
ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk ini semuanya nyata.
Tokoh
aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras
dan Empedocles, yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu
tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada
kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri
sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
Beberapa
pertanyaaan-pertanyaan sekitar ontologi diantaranya adalah:
§ Apa
yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau eksistensi?
§ Bagaimana
penggolongan dari ada, keberadaan atau eksistensi?
§ Apa
sifat dasar (nature) kenyataan atau keberadaan?
Selanjutnya,
bagaimana dengan ontologi ilmu atau pengetahuan ilmiah? Ontologi ilmu mengkaji
hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah yang seringkali secara populer banyak
orang menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat kebenaran rasional atau
kebenaran deduktif dan kenyataan empiris yang tidak lepas dari persepsi ilmu
tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu.
Ontologi
ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan manusia
dan dapat diamati oleh panca indera. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada
jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang
berada dalam batas pra pengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca
pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi lainya diluar ilmu. Ilmu
adalah sebagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan dan
dipelajari serta dibutuhkan dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya.
Dengan kata lain, ilmu yang kebanyakan orang dikatakan sebagai pengetahuan
ilmiah, hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan
yang mencoba menelaah kehidupan dengan melakukan berbagai macam penafsiran
tentang hakikat realitas dan objek ontologi (Akhadiah, 2011:142)
Berdasarkan
pendapat Bahm dalam Rizal & Minal (2009:12) suatu kegiatan baru dapat
dikatakan sebuah ilmu manakala terdapat 6 (enam) karakteristik, yakni : (1)
Problem, (2). Sikap, (3) Metode, (4). Aktivitas, (5) Pemecahan, dan (6).
Pengaruh.
Berdasarkan
karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa metafisika (ontologi) dapat
dikatakan sebagai rumpun ilmu. Hal ini karenakan peran ontologi dalam ilmu
pengetahuan, yaitu : 1) metafisika mengajarkan cara berpikir yang cermat dan
tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, 2) metafisika menuntut
orisinalitas berpikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan, 3)
metafisika memberikan bahan pertimbangan yang matang bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama pada wilayah pra anggapan sehingga persoalan yang diajukan
memiliki landasan berpijak yang kuat, dan 4) metafisika membuka peluang bagi
terjadinya perubahan visi di dalam melihat realitas, karena tidak ada kebenaran
yang absolute.
D. Obyek
dan Sudut Pandang Ilmu Pengetahuan
Filsafat
termasuk ilmu pengetahuan, akan tetapi ilmu pengetahuan itu ada banyak macam
yang masing-masing berlainan lapangan dan metodenya. Misalnya, ilmu jiwa, ilmu
alam, ilmu pasti, ilmu sosiologi, ilmu hayat, ilmu bumi, ilmu kedokteran, ilmu
paedagogik dan sebagainya. Untuk itu ilmu pengetahuan dibedakan menjadi dua
asas (Salam, 2003), yaitu:
1.
Obyek
atau Lapangan Ilmu Pengetahuan
Garis
besaran obyek atau lapangan ilmu pengetahuan ialah alam dan manusia. Oleh karena itu, ada ahli yang membagi ilmu
pengetahuan itu atas dua bagian besar yaitu kelompok
ilmu pengetahuan alam dan kelompok
ilmu pengetahuan manusia. Terdapat beberapa cabang ilmu pengetahuan yang
berobyek material sama yaitu manusia atau tingkah laku manusia. Tingkah laku
manusia ada beberapa segi atau aspek seperti aspek-aspek biologis, psikologis,
sosiologis, dan antropologis. Dalam segi lain daripada tingkah laku manusia
adalah aspek-aspek yang berhubungan dengan kehidupan manusia sebagai insan
politik, sebagai insan ekonomi, sebagai insan hukum atau sebagai insan sejarah.
Akan tetapi untuk memahami konsep manusia – masyarakat, pendekatan dari sudut
ilmu-ilmu ini tentang tingkah laku manusia, yaitu psikologi, sosiologi dan
antropologi.
Obyek dapat dibedakan atas dua hal
adalah sebagai berikut:
§ Obyek material (material object),
yaitu obyek atau lapangan jika dilihat secara keseluruhan.
§ Obyek formal (formal object),
yaitu
obyek atau lapangan jika dipandang menurut suatu aspek atau sudut tertentu
saja. Seperti, manusia sakit “untuk kedokteran”.
Perbedaan
menurut obyek formal dan material sangat luas dipergunakan dalam ilmu
pengetahuan. Material biasanya menunjukkan isi, formal lebih menitik beratkan
pada bentuk.
2.
Sudut
pandang
Asas
perbedaan kedua ialah sudut pandang. Sudut pandang inilah yang membedakan
antara ilmu-ilmu pengetahuan, menentukan sifat-sifat ilmu dan metode yang
dipakai. Misalnya: ilmu kedokteran yang mempelajari manusia dilihat dari sudut
tubuhnya, yaitu sakit maka harus disembuhkan.
Jadi,
yang membedakan antara satu ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya adalah
obyek material atau lapangan ilmu pengetahuan itu. Apabila obyek materialnya
sama maka yang membedakan ialah obyek formalnya atau sudut pandangnya (Salam,
2003).
E.
Aspek-Aspek
Ontologi Ilmu
Pengetahuan
Ontologi
membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu.
Dalam kaitan dengan ilmu, aspek ontologis mempertanyakan tentang objek yang
ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan
keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia
dan terbatas pada hal yang sesuai dengan akal manusia.
Ontologi
membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta
universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan.
Dalam rumusan Lorens Bagus; ontology menjelaskan yang ada yang meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya.
Ada beberapa aspek ontologis yang perlu diperhatikan dalam ilmu
pengetahuan. Aspek-aspek
ontologis tersebut adalah:
1.
Metodis
Menggunakan cara
ilmiah, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan metode tertentu,
tidak serampangan.
2.
Sistematis
Saling berkaitan satu
sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan. berarti dalam usaha
menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh, menggunakan
langkah-langkah tertentu yang teratur dan terarah sehingga menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu.
3.
Koheren
Unsur-unsurnya harus
bertautan,tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan. berarti setiap
bagian dari jabaran ilmu pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling
terkait dan berkesesuaian (konsisten).
4.
Rasional
Harus berdasar pada
kaidah berfikir yang benar (logis)
5.
Komprehensif
Melihat obyek tidak
hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional – atau secara keseluruhan
(holistik)
6.
Radikal
Diuraikan sampai akar
persoalannya, atau esensinya
7. Universal
Muatan kebenarannya
sampai tingkat umum yang berlaku di mana saja.
F.
Pandangan dalam Ontologi Sains
Persoalan
dalam keberadaan menurut Ali Mudhofir
(1996) ada tiga pandangan yang masing-masing menimbulkan aliran yang
berbeda. Tiga segi pandangan itu adalah sebagai berikut :
1.
Keberadaan
Dipandang dari Segi Jumlah (Kuantitas).
Keberadaan
dipandang dari segi jumlah (kuantitas) artinya berapa banyak kenyataan yang
paling dalam itu. Pandangan ini melahirkan beberapa aliran filsafat sebagai
jawabannya yaitu sebagai berikut :
a.
Monoisme
Aliran
yang menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut
dapat berupa jiwa, materi, Tuhan, atau substaansi lainnya yang tidak dapat
diketahui. Tokohnya antara lain:
§ Thales (625-545 M)
yang berpendapat bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu substansi, yaitu
air.
§ Anaximander (610-547 SM) berkeyakinan
bahwa yang merupakan kenyataan terdalam adalah Apeiron, yaitu sesuatu yang
tanpa batas, tidak daat ditentukan dan tidak memiliki persamaan dengan salah
satu benda yang ada dalam dunia.
§ Anaximenes (585-528 SM)
berkeyakinan bahwa yang merupakan unsur kenyataan sedalam-dalamnya adalah
udara.
§ B. Spinoza
(Filsuf modern) berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. Dalam
hal ini Tuhan diidentikan dengan alam.
b.
Dualisme
(serba dua)
Aliran
yang menganggap adanya dua substansi yang masing-masing berdiri sendiri.
Tokoh-tokoh yang termasuk aliran ini adalah:
§ Plato (428-348SM)
yang membedakan dua dunia yaitu dunia indera dan dunia ide.
§ Rene Descartes (1596-1650 M)
yang membedakan substansi pikiran dan substansi keluasan.
§ Leibniz (1646-1716 M)
yang membedakan dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin.
§ Immanuel Kant (1724-1804)
yang membedakan antara dunia gejala dan dunia hakiki.
c.
Pluralisme
Aliran yang tidak mengakui adanya satu
substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi. Tokoh-tokoh yang
termasuk aliran ini adalah:
§ Empedokles (490-430 SM)
yang menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas empat unsur yaitu udara,
air, api dan tanah.
§ Anaxagoras (500-428 SM)
manyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas unsur-unsur yang tidak terhiung
banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya di kuasai oleh suatu tenaga
yang dinamakan nous. Dikatannya bahwa nous adalah suatu zat yang paling
halus yang memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.
§ Leibniz (1646-1716)
menyatakan bahwa hakikat kenyataan terdiri atas monade-monade yang tidak berluas,
selalu bergerak, tidak terbagi, dan tidak dapat rusak. Setiap monade saling
berhubungan dalam suatu sistem yang sebelumya telah diselaraskan “harmonia
prestabilia”.
2.
Keberadaan
Dipandang dari Segi Sifat (Kualitas)
Keberadaan dipandang
dari segi kualitas menimbulkan beberapa aliran sebagai berikut:
a.
Spiritualisme
Spiritualisme mangandung beberapa arti yaitu:
Spiritualisme mangandung beberapa arti yaitu:
§ Ajaran
yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh.
§ Kadang-kadang
dikenakan pada pandangan idealistis yang menyatakan adanya roh mutlak.
§ Dipakai
dalam istilah keagamaan untuk menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam
bidang agama.
§ Kepercayaan
bahwa roh orang mati itu berkomunikasi dengan orang yang masih hidup melalui
perantara atau orang tertentu dan lewat bentuk wujud yang lain.
Aliran spiritualisme juga disebut
idealisme. Tokoh aliran ini dianataranya adalah Plato dengan ajarannya tentang idea dan jiwa.
b.
Materialisme
Adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi yang dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk dan menempati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang tidak lain hanyalah ungkapan proses kebendaan.
Adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang nyata kecuali materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi yang dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu yang kelihatan, dapat diraba, berbentuk dan menempati ruang. Hal-hal yang bersifat kerohanian seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang tidak lain hanyalah ungkapan proses kebendaan.
Tokoh-tokoh yang
termasuk aliran ini adalah:
§ Demokritos (460-370 SM)
berkeyakinan bahwa alam semesta tersusun atas atom-atom kecil yang memiliki
bentuk dan badan.
§ Thomas Hobbes (1588-1679)
berpendapat bahwa sesuatu yang terjadi di dunia merupakan gerak dari materi.
3.
Keberadaan
Dipandang dari Segi Proses Kejadiaan atau Perubahan
Aliran yang berusaha
menjawab persoalan ini adalah sebagai berikut:
a. Mekanisme
Menyatakan bahwa semua gejala dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya. Pandangan yang bersifat mekanistik dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasarkan pada atom-atom yang bergerak pada ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei dan filsuf lainnya sebagai fisafat mekanik. Rene Descartes menganggap bahwa hakikat materi adalah keluasan dan semua gejala fisik dapat diterangkan dengan kaidah mekanik. Bagi Immanuel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab akibat sebagai suatu kaidah alam.
Menyatakan bahwa semua gejala dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya. Pandangan yang bersifat mekanistik dalam kosmologi pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Democritus yang berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasarkan pada atom-atom yang bergerak pada ruang kosong. Pandangan ini dianut oleh Galileo Galilei dan filsuf lainnya sebagai fisafat mekanik. Rene Descartes menganggap bahwa hakikat materi adalah keluasan dan semua gejala fisik dapat diterangkan dengan kaidah mekanik. Bagi Immanuel Kant, kepastian dari suatu kejadian sesuai dengan kaidah sebab akibat sebagai suatu kaidah alam.
b.
Teleologi
Berpendirian bahwa yang
berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak
semula memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu
tujuan. Plato membedakan antara idea dan materi. Tujuan berlaku dialam ide,
sedangkan kaidah sebab akibat berlaku dalam materi. Menurut Aristoteles, untuk
melihat kenyataan yang sesungguhnya kita harus memahami empat sebab yaitu:
sebab bahan, sebab bentuk, sebab kerja dan sebab tujuan.
c.
Vitalisme
Memandang sepenuhnya bahwa
kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara fisika-kimiawai, karena
hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian ontologi menurut bahasa, ontologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu on atau ontos = ada, dan logos = ilmu. Jadi, ontologi
adalah ilmu tentang yang ada, sedangkan menurut istilah, ontologi adalah ilmu
yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani atau abstrak.
Pengetahuan sains merupakan pengetahuan yang
bersifat rasional – empiris. Dalam masalah rasional pernyataan atau hipotesis
yang dibuat haruslah berdasarkan rasio, sedangkan untuk masalah empiris
hipotesis yang dibuat tadi diuji (kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah.
Prinsip dasar ontologi ilmu adalah wilayah ontologi
ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek
penelaahan yang berada dalam batas pra pengalaman (seperti penciptaan manusia)
dan pasca pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi ontologi lainya diluar
ilmu
Ilmu pengetahuan dibedakan atas dua asas, yaitu
obyek atau lapangan ilmu pengetahuan dan sudut pandang. Obyek dapat dibedakan
atas dua macam, yaitu obyek material dan obyek formal. Jadi yang membedakan
antara satu ilmu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya adalah obyek material
atau lapangan ilmu pengetahuan itu. Apabila obyek materialnya sama maka yang membedakan
ialah obyek formalnya atau sudut pandangnya.
Terdapat tiga segi pandangan ontologi yaitu yang
pertama keberadaan dipandang dari segi jumlahnya atau kualitas yang terdiri
dari monoisme, dualism, pluralism, nihilism, Keberadaan dipandang dari segi
jumlah artinya berapa banyak kenyataan yang paling dalam itu. Yang kedua adalah
keberadaan dipandang dari segi kualitas atau sifatnya yang terdiri atas
spiritualisme dan materialisme. Yang ketiga adalah keberadaan yang dipandang
dari segi proses, kejadian atau perubahan, aliran yang menjawab perubahan ini
diantaranya adalah mekanisme, teleologi dan vitalisme.
B.
Saran
Dalam penulisan
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan. Sumber yang didapat pun sangat
minim, namun penulis bisa memberi saran bahwa pembelajaran tentang Filsafat ilmu bisa diterapkan oleh
semua kalangan yang ingin mengetahui tentang tentang karya ilmiah serta dapat
langsung dipelajari dalam pembuatan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, maupun
disertasi.
1 komentar:
mana daftar pustakanya
Posting Komentar